Aku adalah Botol Coke

Aku adalah botol coke. Hari ini adalah hari terbaikku, tubuhku di cat dengan warna merah menyala dan diisi penuh oleh coke membuat setiap orang yang melihatku di siang hari akan menelan ludahnya. Aku berada diantara teman-temanku di dalam sebuah dus yang dibungkus rapi dan diangkat ke sebuah tempat, dengan sebuah truk bersama ratusan dus lainya.

Ketika truk sampai, aku berada di ruangan dengan tembok yang sangat tinggi, tanpa jendela sehingga aku tak tahu kapan siang dan malam. Dari perbincangan penjaga yang membawa dan menyimpan dus disini, aku baru tahu kalau ini adalah gudang. Sungguh lama berada di gudang menunggu waktunya aku diangkat kembali dari isini untuk dibawa entah kemana, hanya menunggu waktu.

Inilah waktunya, aku diangkat kembali dan dibawa oleh sebuah mobil dengan ukuran yang lebih kecil hanya puluhan dus saja didalamnya. Berjam-jam aku menahan guncangan dan menunggu hingga aku disimpan kembali. Dan akhirnya tiba, aku diangkat oleh seseorang dan disimpan kembali ke dalam ruangah kecil dan setelah sekian lama dus kami dibuka oleh seorang pria muda.

“Botol Kaleng kan yang habis? Ini masih banyak, baru datang kayanya”, Pria itu bicara sambil membuka dus pada seseorang di sudut pintu.

“Iya ri ! tolong masukin troli dong nanti aku susun”, suara lembut wanita membalas pria itu.

Satu per satu pria itu menyimpan botol pada troli termasuk aku, sambil sesekali menoleh ke wanita itu.

“Selamat yaaa, aku turut bahagia dengan jabatan barumu” pria itu memulai kembali pembicaraan.

“itu kan baru mulai depan Ton, sekarang aku masih enjoy dengan posisiku” dengan santai wanita itu menjawab.

“Yasudahlah,  SMA bareng dan masuk kerja juga bareng walaupun kamu mudahnya naik jabatan dan aku tidak ada perubahan aku tetap senang”, pria itu menurunkan volume pembicaraan.

“Yaampun Toni, kok kamu berpikiran gitu. Nanti diluar kerjaan kita masih temenan seperti biasa kok”, sambil berjalan lebih dalam.

Dengan sedikit dorongan troli itu maju dan diserahkan pada seorang wanita di sudut pintu dengan buku kecil di tanganya.

“Aku percaya ketika aku bahagia kau sebagai temanku akan bahagia juga dan ketika kau kecewa akupun akan kecewa”, wanita itu sambil mengenggam troli yang melaju ke arahnya.

“Aku bahagia kok dan selalu mendukungmu”, pria itu tersenyum dan mulai ada kecerahan diwajahnya.

Wanita itu tersenyum manis dan mulai meninggalkan gudang ini.

Udara sejuk menusuk aku rasakan, setelah sekian lama merasaan sumpeknya gudang. Satu per satu dari kami diangkat dan disusun di sebuah lemar besar berpintu kaca dan sangat dingin. Begitu pula aku, aku berada pada posisi hampir paling belakang. Entah apa lagi yang akan terjadi.

Pada samping kirim aku melihat teman-teman seperti kami tetapi dengan cat yang berbeda, mereka lebih berwarna dengan gambar badak di depanya. Pada hari itu cukup banyak temanku pergi, diambil oleh seorang anak pria tua, wanita berpakaian rapi,  pria berkaus Jogja dan seorang anak kecil yang memilih dengan seksama dari kami padahal kami berwarna sama dan berisi sama.

Hari itu bukan giliranku, aku cukup memikat mereka. Setiap  ada orang yang lewat selalu melihatku dengan wajah kehausan, aku senang sekali diminati banyak orang. Keesokan harinya, sangat ramai orang berlalu lalang. Tiba-tiba saja seorang wanita beramput panjang membuka pintu kaca dan dengan jeli memilih setiap botol di hadapanya. Aku yang dipilih !!! benar, aku dimasukan ke dalam troli bersama temanku yang lain. Dengan lembut dan hati-hati wanita itu mengatur posisi dari kami. Ada sebatang coklat yang juga tersenyum di belakangku, juga ada makanan ringan berisi singkong yang juga merasakan hal yang sama.

“ Sudah semua, Mir?” ada suara berat dari belakang wanita itu.

“Segini saja, aku Cuma pengen ngemil di jalan Ndre” , jawab Mira itu sambil sesekali melihat barang yang berjejer.

Kami pun akhirnya berhenti untuk disinari laser merah oleh wanita berseragam. setelah itu aku dan teman-temanku dimasukan ke plastik besar berwarna putih dan wanita itu mulai melangkah keluar.

Suara mesin terdengar halus, nampaknya aku berada di dalam mobil. Aku mengintip ke luar plastik ini untuk memasatikan aku berada di dalamnya. Perasaanku lega ternyata aku berada di kursi bagian belakang bersama buku-buku di samping dan kananku.

“Tadi itu di kampus siapa?” Mira membuka pembicaraan.

“Mira … itu temen aku, temen les aku waktu SMA”, pria itu menjawab dengan wajah menghadap ke jalanan.

“Itu alasan klasik pria pria bajingan di dunia ini”, Mira mulai meninggikan suaranya.

“jadi kamu anggap aku bajingan?” pria itu membalas dengan suara yang lebih tinggi.

“YA !” tegas Mira, sambil mengambil aku dari kursi belakang dengan genggaman yang sangat kuat.

“oke sekarang aku harus gimana?”  pria  itu mulai menepikan mobilnya hingga berhenti.

Cukup lama tak ada suara di mobil itu hingga akhirnya Mira membuka katup di atasku, suara gas keluar dari tubuhku dan tetes demi tetes isi tubuhku keluar hingga habis separuhnya.

“Aku pulang sendiri, dah” Mira keluar dengan membanting pintu mobil itu.

Aku melihat wajah Mira mulai memerah dan mengalirlah air mata dari matanya sambil sesekali meminumku.  Cukup lama aku menemaninya hingga akhirnya seluruh isiku habis.

Mira terdiam di sudut trotoar dan menghentikan sebuah taksi yang menghampirinya, sebelum membuka pintu dia melemparkan diriku yang kosong ke bagian lain dari trotoar, aku pun kembali sendiri namun kali ini dalam keadaan kosong dan penyok.

Siang dan malam terus bergilir membuat cat dalam tubuhku memudar dan kusam. Entah berapa kaki yang menendangku membuat bentukku tidak karuan. Banyak kisah dan cerita dari trotoar ini dari seorang gila yang bicara sendiri hingga pengemis yang mengeluh. Haru dan duka terdengar dari hari ke hari.

Hingga akhirnya satu tendangan seorang anak kecil berpakaian putih dan merah membuatku jatuh ke got berair kotor disamping trotar, membuatku mengalir terus dan melihat hal-hal baru disini. Sampah plastik sangat sering aku lewati, terkadang aku melihat  teman-temanku sesama botol yang senasib denganku mengalir menghampiriku, juga curhatan sepasang sepatu tua.

Setelah berhari-hari aku mengalir tiada henti tubuhku tersangkut oleh ranting yang menjulur dari tepi sungai. Nampak seorang pria duduk dengan genggaman telefon di telinagnya. Wajahnya  lesu, matanya saya, pandanganya kosong, dan mulutnya bergetar.

“Aku mengerti, tapi itu keputusanku”, nampak pria itu bicara pada seseorang dengan telefon genggam.

“Kau pergi membawa semuanya dariku, kalau tak kembali kau tidak akan pernah bertemu denganku lagi”,  meneruskan pembicaraan.

Wanita di telefon itu nampak berbicara panjang lebar hingga saatnya pria itu kembali bicara.

“Oke itu keputusanmu, selamat tinggal ! sampai kapanpun aku masih menunggumu”, jawab lemas pria itu sambil mengambil sesuatu dari balik jaket jeans yang dia kenakan. Sebilah pisau sepanjang 30 cm, pisau itu ditempelkan ke lehernya dan langsung menyayatkan dengan dalam, dalam sekali hingga darah yang keluar tiada hentinya.  Pria itu menegang dan jatuh ke sungai, dalam sekejap air di sekitarku menjadi merah. Tak ada orang yang menyadari hal ini sampai aku kembali mengalir karena dorongan gelombang yang semakin meninggi.

Mulai dari kisah di gudang hingga orang mati di sungai, sungguh panjang lah perjalanan hidupku ini. Aku hanyalah sebuah botol coke yang menyaksikan banyak kisah dan cerita. Ketika terisi aku diinginkan banyak orang dan dipuja, sebaliknya ketika kosong aku hanyalah sampah yang ditendang kesana kemari.

Cukuplah sudah, aku hanya menunggu saatku. Saat dimana aku berada di lautan lepas, tepatnya di dasar lautan dimana tidak ada cerita lagi disana. Aku hanya menunggu itu dengan celoteh-celoteh orang di depan sana.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *