Obrolan Dua Kereta

Di stasiun Tanah Abang. kereta diesel tua tujuan Rangkas Bitung sedang berbincang dengan commuter line. Aku menguping dan pura-pura tidak menghiraukan mereka. Mereka berbincang tentang keseharian mereka.  Mereka bercanda. Akrab sekali. Seperti kakek dan cucunya.

Seorang pria berpakaian necis dan rapi, lengkap dengan sepatu kulit buaya dan gadget mahal buatan Korea yang digenggamnya terus, masuk menuruni peron satu dan dua. Peron satu di tempati kereta diesel tua dan yang lainya oleh communter line.  

“Pak tua, apa kau bisa menebaknya?” commuter line bertanya kepada kereta diesel tua dengan nada menggoda, “kemana kah orang itu akan naik?”

“Dia akan menghampirimu, kawan,” jawabnya.

“Aku sepakat denganmu, Pak Tua. Pakaiannya akan basah oleh keringat apabila ia menaikimu,” tawanya lepas.

Ia menaiki commuter line, lalu duduk dan memainkan jari pada gadget-nya.

Beberapa saat kemudian, datanglah kakek tua dengan pakaian lusuh. Ia membawa gerobak kecil tahu sumedang.

“kalau yang satu ini?” tanya kereta diesel tua itu pada commuter line.

“Walau penumpang  commuter line lebih banyak uang-nya, aku yakin ia akan menaikimu, Pak Tua,” ujar commuter line.

“Kali ini aku yang sepakat denganmu. Tidak boleh ada yang berdagang di tempatmu, sobat,”  kereta diesel tua mengiyakan.

Mereka sesaat berhenti bicara. Karena tahu aku sedang menguping obrolan mereka. Aku pergi ke tempat yang lebih jauh, tapi tetap bisa mendengarkan suara mereka.

Banyak orang setelah pria berpakaian necis dan pedagang tahu sumedang turun ke peron satu dan dua. Hebatnya tebakan mereka semua tepat. Hampir semuanya sesuai dan mereka tidak berselisih jawaban sekalipun.

Commuter line sudah penuh sesak. Penumpangnya bermain gadget dan membaca surat kabar. Sesak namun sepi. Kereta diesel tua juga penuh sesak, namun tampak lebih ramai. Orang-orangnya bercengkrama satu sama lain. Pedagang-pedagang bernyanyi menjajakan barang dagangannya.

“Pak tua, penumpangmu terlalu berisik dan kotor,” ujar commuter line.

“Aku menyukai itu, mereka mondar-mandir seakan menggelitikku,” balas kereta api tua. Ia kemudian melanjutkan, “Walaupun begitu kotor, penumpangku lebih hebat dari penumpangmu”

“Dari mana kau bisa tahu? Penumpangku lebih kaya dari penumpangmu,” tanya commuter line kereta diesel tua.

Belum saja kereta diesel menjawab, pengeras suara di setiap sudut stasiun bergetar. Saatnya kereta diesel tua untuk berangkat.

“Nanti juga kau tahu,” ujar kereta diesel tua sembari menggerakkan roda tuanya di atas rel. Namun kereta itu tidak bergerak. Ia mogok.

Akhirnya para penumpang turun untuk menunggu kereta cadangan. Dengan terbatuk-batuk kereta diesel tua itu berbicara lirih, “Kini kau tahu. Karena mereka sudah terbiasa untuk sabar ”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *