Teguh Dundah Gulana

Teguh ini sudah saya kenal sejak tujuh tahun yang lalu. Di satu sisi ia adalah teman yang menyebalkan, disisi lain ia adalah yang dirindukan. Terlalu atraktif, mungkin sebabnya. Semenjak lulus dari Statistika Unpad, Ia melanjutkan usaha keluarga di Kalimantan. Sedangkan kami, teman-teman kuliahnya, berkutat di Jakarta atau Bandung untuk mengejar karir – juga kepentingan duniawi masing-masing. 

Ini adalah tulisan dari Teguh yang risau, rindu, dan Gundah Gulana. Saya rangkum sih biar sewaktu-waktu dia baca dan sadar bahwa dia pernah menjadi pria maskulin yang melankolis. Perlu kita hindari.

 

Gumpalan awan di langit biru
Bercerita kisah kita
Saat deras hujan bagai air mata
Dan cerah mentari jadi wajah kita
Warna pelangi di langit biru
Hanya jadi saksi bisu
Saksi kisah perjalananku dengan kalian
Saat perbedaan jadi keindahan
Langit pun berbahasa
Dan bersenandung ria
Lantunkan lagu rindu antara kalian dan aku 
Oh Sahabat…
Langit pun berbahasa
Tanda bersuka cita
Sambut esok dimana kita akan bertemu, kembali.
Selalu begitu..
Dan dengarlah, dengarlah slalu
Itulah semua tentang kita,
Cerita bahasa langit, bahasaku tak perlu
Kalian pasti tau, kan sahabatku..

I Love U All.. Kita ternyata sudah berusia..

Miss U to.. Siapa tau kalian merindukanku.. Jadi ya PD aja.. Miss U to.. Hehe

Sorry gw cuma mencurahkan isi hati gw doang sebelumnya gw minta maaf..

Tahun telah berlalu kawan
Ingatanku masih tertinggal juga
Saat di sudut kamar kecil tempat saling menyapa
Tempat saling membagikan sebuah arti kehidupan.. ingat?

Dalam DekapanNya
Ukhuwah kita terjalin
Dalam MahabbahNya
Kita mengenal sebuah makna persaudaraan

Tahun telah berlalu kawan
Kini tak kudapati lagi dirimu disini
Tapi Ingatan itu masih ada disini
Tertinggal di sudut yang bernama kenangan

Dah gitu aja.. Makasih space nya..

 

Jakarta, 18 Agustus 2014

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *