Dalam dua hari setelah membaca penuh novel Dilan, karya Pidi Baiq, saya menyelesaikan jilid keduanya. Dilan #2 yang merupakan kisah kasih Dilan-Milea di tahun 1991. Seperti biasa, dengan mudah Pidi dapat membawa arus pembaca mengikuti curhatan Milea.
Gaya penuturan dan penulisan Pidi sudah tidak akan saya bahas, karena pada artikel sebelumnya sudah sempat saya singgung. Namun blowing cerita yang menurut saya cukup memukau, sangat tersirat dalam novel kali ini. Kisah lebih kompleks dengan konflik-konflik yang hadir, seperti pemecatan Dilan, hadirnya Yugo, dan akhir kisah kasih mereka. Siapa saja bisa hanyut dengan mudah dalam cerita ini.
Mungkin juga, kebanyakan pembaca akan mengira novel ini apa adanya, seperti coretan curhat masa remaja Milea. Sudah cukup, itu saja. Tapi coba sedikit perhatikan, Pidi sengaja menyimpan sedikit misteri dalam novel ini, yaitu kacamata Dilan. Kenapa Dilan tidak mengejar Milea? Apa yang dilakukan Dilan selepas SMA? Apa yang sebenarnya dirasakan Dilan? itu tidak tertulis secara eksplisit. Mungkin, itu bisa dijadikan bahan untuk novel Dilan selanjutnya. Akan saya tunggu. Pasti saya akan kembali membelinya. (sebenarnya sudah mulai ditulis di blog Pidi Baiq)
Akhirnya saya dapat menyimpulkan setelah membaca dua series Dilan ini. Bukanlah hal asing apabila banyak orang menyukai novel ini, termasuk saya. Dilan Milea adalah kisah kebanyakan remaja di Indonesia. Tidak dibuat-buat, dibuat apa adanya. Dari cara Pidi menyampaikan, setiap orang dapat dengan mudah mencerna cerita karya ini. Terima kasih Pidi. Telah membuat novel se-keren ini !
Leave a Reply