“Tejo Tejo.. Mana ada orang rendah hati yang menyebut dirinya sendiri jujur, merakyat, sederhana. Mana ada orang jujur yang mengingkari ucapannya sendiri. Tejo … Tejo ,” suara rendah Ibu Suci, ketua arisan warga yang sedang menghitung uang arisan, “Tapi tetep kok aku milih kamu. Ya wong kamu itu ndeso. Orang ndeso kan prihatin. Orang prihatin mengerti orang prihatin. Kamu kan kurus-kering. Orang kurus kan gak serakah. Tapi itu kan … ”
” Tapi itu kankosong.. melompong ! ” Mbok Sukri, istri dari mendiang Pak Sukri, langsungbmemotong kalimanya. Ibu Suci Melotot menatapnya. Marah sih tidak, hanya kesal. Jadinya, ia komat-kamit ngambek dibuatnya.
“Nah kok dek Suci malah ngedumel. Gak usah khawatir dek. Rujuk aja sana sama Mas Prapto. Pasti sehat, sentosa, jaya teruuus sampai mati, ” tangan ranta Mbok Sukri menarik secarik foto dari sela kain batik yang melingkar di pundaknya, “Nih lihat. Pensiunan satpam dek. orang yang berjasa ama kampung ini. Cuman ia difitnah maling. Jadi deh jualan bensin di perempatan. Jangan salah Dek, orang paling pinter ya Prapto ini. Ngapain lah si krempeng itu jadi ketua RW. Maluin dehDek maluin”
“Bukan masalah itu lah Bu. Tapi kan orang yang jatuh ke got ya bau, walau untuk bantu ambil daleman ibu yang jatuh dikali, ya tetep bau. Orang-orang mana suka sama orang yang bau.”
Satu per satu ibu bapak yang lewat untuk belanja dan jualan ke pasar ikut diam menyimak pembicaraan mereka. Ada yang berdiri di belakang ibu Suci ada juga di bagian Mbok Sukri.
“Lagian Prapto itu keras kepala bukan kepalang. Nanti ia malah gak denger pesanan aku. Kalau orang-orang ku ini ngumpul kan butuh kopi atau kacang rebus. Mana mau dia aku suruh-suruh.”
Orang-orang pedagang pasar becek tadi mulai mengerti ya ada benarnya juga Bu Suci, kalau mereka berkumpul ya butuh cemilan. Buat apa lah pasar di aspal, tapi perut kosong. Lebih baik pasar becek tapi dapat beli cemilan dari tetangga jauh. Warga lain peduli amat, Tejo si krempeng itu banyak yang suka, orang-orang nya juga banyak.
“Iya bener juga kata Bu Suci ini Mbok,” seorang pedagang daging celeng menghentikan pembicaraan dua ibu-ibu tersebut, ” Sekarang tinggal selangkah lagi Tejo jadi ketua RT. Saatnya kelompok pedagang kita di untungkan. Semakin sini kan banyak orang dari kelompok lain ngantri mendukung si Tejo. Kalau Tejo jadi ketua RW, nanti si Koko Liam pedagang arak yang jadi ketua RT, pedagang-pedagang kaya kita lagi diuntungkan. Mbok Sukri dulunya pedagang kan?”
Tanpa menjawab tapi dari mimik wajahnya mengiyakan, Mbok Sukri melipat-lipat kecil foto Prapto hingga empat lipatan, sambil melangkah melewati Bu suci dan berdiri ngantri di bagian paling belakang di anatara pedagang pasar-pasar becek. Bu Suci senang, si ibu arisan, lalu kembali ngitung duit arisanya.
Leave a Reply