Setelah beberapa tahun lalu menonton Tiga Dara versi restorasi di bioskop bersama istri, saya tidak pernah lepas ingatan akan begitu terpukaunya saya akan film garapan Usmar Ismail pada tahun 1957 ini. Salah satu alasan mengapa saya suka film Tiga Dara karena peran Chitra Dewi, Indriati Iskak, dan Mieke Wijaya yang begitu apik. Terutama, Indriati Iskak yang buat istri saya gemas juga sedih : “Berarti Nenny (Peran Indriati Iskak), sudah tua ya, Bah? Jelas iya, itu film lebih dari enam puluh tahun lalu.
Asrama Dara? Bisa melebihi Tiga Dara?
Setelah sekian lama sangat sulit untuk menonton film tahun 50an dengan audio dan visual yang layak untuk ditonton, akhirnya saya menemukan film Asrama Dara, yang merupakan film yang dibuat dengan sutradara dan rumah yang produksi yang sama dengan Tiga Dara. Digarap tepat satu tahun setelah film Tiga Dara, yakni tahun 1958. Film ini saya dapatkan di Youtube. Walaupun Youtube bukan tempat yang tepat untuk mendapatkan film komersil ini, namun dimana lagi kita bisa mendapatkanya?
Dalam tulisan ini, saya tidak akan membahas sinopsis Tiga Dara secara mendalam walaupun itu penting. Biar saya mengutip secara ringkas dari wikipedia.
Penghuni asrama yang dipimpin bu Siti (Fifi Young) mempunyai persoalan sendiri-sendiri. Tari (Aminah Chendrakasih), seorang mahasiswi jatuh cinta pada laki-laki yang pantas jadi ayahnya. Calon dokter Rahimah (Chitra Dewi) akan dipaksa menikah di kampung, dan ditolong oleh Nasrul (Bambang Irawan).
Pramugari Maria (Baby Huwae) terlibat cinta segi empat, dicintai co-pilot Imansyah (Bambang Hermanto), tetapi Maria lebih tertarik pada saudagar Broto (Rendra Karno), sedangkan Broto sendiri lebih menyenangi guru tari, Sita (Nun Zairina). Masuk pula dua remaja, Ani (Nurbani Jusuf) dan Ina (Suzanna), yang dititipkan pada bu Siti karena orangtuanya sibuk berpolitik. Segala persoalan tadi diselesaikan secara komedi.
Wikipedia.
https://id.wikipedia.org/wiki/Asrama_Dara
Ada beberapa kesamaan Film Asrama Dara dengan Film Tiga Dara. Pertama, pemeran tiga dara tidak lepas dari beberapa pemain dari sang suksesor, yaitu Chitra Dewi, Fifi Young, dan Rendra Karno. Peran ketiganya pun memiliki karakter yang serupat – Chitra dewi sebagai gadis dewasa yang anggun dan matang, Fifi Young sebagai orang tua para gadis, dan Rendra Karno si Saudagar Muda yang ‘tampan’. Walaupun rasanya kurang tanpa Indriati Iskak, yang pada waktu itu masih aktif bermain film. Kedua, film ini sama-sama menceritakan lika-liku para dara dalam mencari teman main lelaki mereka dengan dibumbui dengan komedi dan adegan-adegan musikal yang sangat khas.
Walaupun saya sangat tidak layak untuk mengkritisi film sekaliber Usmar Ismail tapi saya melihat film ini ingin mengulang kesuksesan Tiga Dara yang (secara personal) saya selalu mencintai Tiga Dara — Kalau dalam film horror barat, Tiga dara seperti the night of living dead. Banyak film yang memiliki cerita, gambar , atau akting yang memukau, tapi mereka masih tidak layak untuk dibandingkan dengan Tiga Dara, termasuk Asrama Dara. Itu pendapat saya. Namun saya tidak tahu apakah film ini benar-benar sesukses di pasaran pada saat itu.
Akhirnya, saya akan tetap menyukai film Asrama Dara. Ada hal yang tidak akan pernah bisa dibuat oleh film-film masa kini, yaitu suasana Jakarta seperti trem, becak, sepeda onthel, dan bangunan-bangunan Jakarta yang masih sederhana nan menawan. Mungkin dengan teknik komputer itu bisa dikembalikan, tetapi tetap saja ini adalah sejarah yang terekam dalam bentuk film, tidak pernah bisa diulang kembali.
Leave a Reply