Seorang anak kecil yang sedang menonton layar kaca, bertanya pada ibunya sembari menunjuk pada layar kaca : mama aku ingin pergi kesan, di sana pasti aku bahagia. Anak itu menunjuk adegan dalam satu sinema ketika seorang anak bermain bola salju di Eropa.
Anak itu menggambarkan kebahagiaan untuk berada dalam situasi lain dan tempat lain yang lebih baik. Itulah hakikat dari manusia : tidak selalu puas dan tidak bisa menentukan batas akhir kebahagiaan. Namun, Erick Weiner, dalam bukunya tahun 2008 : The Geography of Bliss, menggambarkan kebahagiaan berada dalam fenomena yang unik : Kebahagiaan terkadang berada di tempat yang tak berbahagia. Tempat yang kaya – semakin kaya semakin bahagia – terkadang menimbulkan masalah, bukanlah kebahagiaan.
Erick Weiner juga menggambarkan kebahagiaan dengan benda, seperti bahagia adalah angka, kebosanan, kebijaksanaan, menang lotre, dan lainya. Namun pada akhir buku akan kembali dalam kesimpulan : kebahagiaan adalah benda abstrak – tak bisa dilihat, diraba, dirasa, dan ditebak.
Itulah, mengapa tuhan tidak membuat ‘kebahagiaan’ menjadi benda yang tidak nyata. Tidak melulu seperti pujangga yang bersajak bahwa kebahagiaan adalah berada di tempat indah dan penuh kasih. itu semua karena ‘mungkin saja’ kebahagiaan sudah dimiliki oleh semua orang dimana pun, sejak lahir. Beriring dengan berjalanya waktu dan berteman dengan kebahagiaan yang bisa disentuh, mereka lupa dengan kebahagiaan hakiki yang abstrak.
Lalu, anak itu berkata : mama kapan di tempat kita turun salju?
Jakarta, 22 November 2013
Terlampir adalah beberapa kutipan dari buku hebat : The Geography of Bliss. Erick Weiner.
Leave a Reply