Kamu tahu, eh? Bagaimanakah tuan-nyonya pejabat memperlakukan wajah cantik pertiwi?
Pada Hutan-hutan yang memesona ; pantai-pantai yang ombaknya bergulung-gulung cantik ?
O, kau tak akan pernah menyadarinya. Sungguh.
Karena ini seperti selaput dara, tipis antara benar dan salah.
Cantikku adalah hutanku. Eksploitasilah keindahannya. Bangunlah pondokan-pondokan asri. Permudahlah jalanya. Orang-orang akan berbondong-bondong mampir ke nusantara.
Tapi tuan-nyonya pejabat, punya cara lain. Babatlah hutannya – biarkan orang yang membabat asal amplop masuk ; galilah tanahnya ; keluarkan isinya. Dan uang akan berbondong-bondong masuk ke kantongnya.
Sebenarnya sama-sama bisa menghasilkan uang.
Sisi yang pertama, menunggu untuk kembali ke kantong namun hakiki.
Sisi yang lain, cepat masuk ke kantong tapi esok sirna.
O, tuan-nyonya pejabat pilih sudut kedua.
Aku bertanya alasannya. Dengan diplomatis ia menjawab : anak istriku butuh banyak hal, biarkanlah selama berada di posisi ini aku bisa menikmatinya sebelum habis. Toh, cepat atau lambat isi bumi akan habis.
Jenius. Ujarku memotong pembicaraannya, sembari membuang muka. Lalu pergi
Jakarta, 24 November 2013
Leave a Reply