Cerita hebat bisa jadi datang dari hal menyedihkan. Seperti peperangan yang tak berkesudahan lalu dikemas runtutan kisah melankolis. Akhir yang bahagia ataupun tetap menyedihkan. Jadilah itu sebuah cerita.
Norman Ollestad, mengalami kecelakaan mengenaskan dalam sebuah pesawat berisi lima penumpang : Pilot, Ayah dan kekasihnya, dan ia sendiri. Kejadian ini terjadi pada tahun 1979. Mengenaskan, hanya ia yang hidup dalam kejadian itu. Ia berjuang untuk hidup dan akhirnya diselamatkan. Cerita ini dibumbui oleh konflik orang tua Norman yang bercerai. Serta kekasih ibunya yang pemabuk. Jadilah sebuah buku yang berjudul Crazy for The Storm (2009, di Indonesia terbit pada tahun 2011). Cerita yang menarik juga menggugah.
Bagaimana apabila ayahnya selamat? Pasti Norman bahagia bukan kepalang. Tapi buku ini tidak akan pernah ada. Atau apes sekali bagi Norman sehingga dia sendirilah yang tewas. Itu akan menjadi kisah menarik untuk ayahnya.
Dari buku lain, masih dalam penerbit yang sama, Izzeldin Abuelaish, seorang dokter senior Israel asal Gaza, Palestina, yang kehilangan anaknya dalam peperangan. Pesanya mendalam, tentang perdamaian yang harus diutamakan atas kepentingan ego, agama, atau hal-hal di luar kemanusiaan. Pesanya tidak akan pernah sampai apabila anak-anaknya tidak tewas, atau malah ia sendiri yang tewas. Pesan mendalam hinggap dari kejadian yang menyedihkan baginya. Cerita yang juga menggugah.
Hubungnya, apabila cukup bijak. Pesan itu sampai luar biasa dalam kemasan yang menggugah dalam sebuah cerita. Walaupun pengorbanannya begitu tak ternilai. Kerabat akan mengucapkan : selamat kawan, novelmu laris ! Bisa saja ini membuat mereka – yang menulis cerita ini – bimbang. Apakah ia harus bersyukur atau bersedih atas kejadian malang yang menimpanya.
Jakarta, 23 November 2013
Setelah membaca dua buah novel menggugah :
Crazy for The Storm oleh Norman Ollestad
I Shall not Hate oleh Izzeldin Abuelaish
Leave a Reply