Sungai

Air mengalir dari hulu ke hilir dengan ikan-ikan yang berenang saling mengejar diantara buah kelapa yang jatuh dari pohonya. Burung-burung pula ikut bernyanyi seakan-akan menertawai mereka yang tak lelahnya berenang, namun itu dulu. Sangat lama sekali seperti sebuah foto landscape hitam putih yang kusam, terlipat-lipat, dan tertumpuk dokumen-dokumen tua yang tiada artinya.

Sekarang yang tertinggal hanyalah plastik-plastik yang tak pernah bertemu ikan yang berenang, mungkin hanya ikan yang mati yang tak tahan dengan racun-racun yang menggrogoti oksigen dan organisme yang menghuni jutaan tahun sebelumnya. Aku berbincang dengan salah satu penghuninya, sebuah plastik mie instan, yang bercerita banyak hal denganku. tentang airnya yang hitam, bangkai kucing, dan pohon-pohon yang hilang dari waktu ke waktu. Hingga akhirnya aku bertemu dengannya, di sebuah jembatan kecil di Tanah Abang dengan bau yang menyengat. Bau dari seribu macam aroma. Bau yang membunuh ikan-ikan yang berenang berkejaran.

Kulihat, rumah-rumah padat memagari sungai ini dengan kesibukannya. Semuanya ditumpahkan ke sungai ini. Hingga saatnya air akan semakin hitam dan aroma semakin mencekik. Hanya tinggal menunggu, cekikannya tak hanya membunuh ikan-ikan itu, tetapi juga mereka. Termasuk aku.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *