Saya mendapatkan kesempatan untuk turut serta menjalankan perjalanan dinas ke Malaysia-Singapura untuk penelitian selama satu minggu. Saya berada di Kuala Lumpur dalam rentang waktu 26 September- 01 Oktober 2016. Dalam waktu itu sudah pengap rasanya berada di Kuala Lumpur dengan hiruk-pikuk kota metropolitan. Hampir sama dengan Jakarta, tapi saya merasa sedikit senang — karena tidak ada kemacetan.
Karena satu alasan saya harus pergi kepinggiran kota, sekitar 25 Km dari KLCC, menggunakan commuter line mirip di Jakarta – ke arah selatan. Tempat itu adalah Kajang. Taksi-taksi tua berjejeran, menawarkan tumpangan tanpa argo. Sepakatlah saya dengan satu driver turunan India untuk menyediakan tumpangan ke Plaza Metro Kajang sebesar 10 Ringgit. “Plaza Metro” pastilah mal besar, minimal sebesar Kuningan City, pikir saya.
Dugaan saya salah. Saya mendapatkan mal yang bahkan tidak melebihi Jatinangor Town Square. Berisi toko-toko lokal dengan baju yang dijual 25 Ringgit. Musik dangdut Ayu Tingting terdengar samar-samar di salah satu toko. Pedagang yang berlogat Padang tampak berbincang dengan rekannya. Sampai saya lupa bahwa saya sedang berada di Malaysia. Beribu-ribu kilometer jauh dari Tanah Abang.
Setelah urusan usai, sebelum kembali ke KLCC saya menyempatkan diri untuk berkeliling melihat kota ini. Inilah yang saya dapatkan :
Perjalanan singkat ini membuka mata saya tentang kami. Kami, ya, orang melayu yang terpisahkan dengan nama ‘negara’. Sejauh apa pun kami, orang melayu ya tetap melayu. Budaya sama, cara makan, cara berdagang, sampai cara bergurau. Padahal ‘kami’ yang di Indonesia dan ‘kami’ yang di Malaysia tidak pernah janjian.
Yasudah, begitulah intinya. Terima kasih Kajang. Kapan-kapan saya kembali.
Kajang, Malaysia, 28 September 2016
Leave a Reply