Data itu sangat penting. Pengambilan kebijakan yang bijaksana biasanya dilalui dari proses pembentukan pengetahuan dari data yang sahih. Apabila data salah, keputusan bisa saja salah sasaran. Lebih parah lagi, bisa merugikan sekolompok pihak.
Pemerintah sebenarnya sudah sadar oentingnya data dalam pengambilan keputusan. Bisa dilihat dari terbitnya Perpres Nomor 39 Tahun 2019 tentang satu data di Indonesia. Semangat ini sudah dirasakan oleh banyak talenta di dalam pemerintah bahwa data itu susah didapat.
Susahnya data didapat oleh bahkan pemerintah sendiri bisa jadi hal yang lucu. Loh kok pemerintah susah dapat data? mana powernya? bukanya tinggal tunjuk, turunkan anggaran, data bisa didapat? Tapi memang tidak bisa semudah itu.
Kerangkeng Data
Saya lupa, tapi sekitar lima tahun lalu, salah satu pejabat di Kemenristek pernah berucap, “Jangan kerangkeng data”, yang muncul gara-gara salah satu unit dalam kementrian mereka enggan untuk membagi data pada unit lain. Begitu juga, peneliti, yang mengolah data biasanya enggan untuk membagikan data hasil penelitianya.
Hal ini tentunya miris, data dibeli dan atas effort uang negara (rakyat), mestinya yang memiliki data adalah pemerintah. titik. Tapi memang agak sulit untuk bisa mencegah kerangkeng data antar unit dalam satu kementrian lembaga.
Apalagi, kalau kita bicara integrasi data antar kementrian, pemerintah daerah, atau kementrian dan pemerintah daerah. Sulit sekali. Setiap instansi seakan memiliki ego tersenditi untuk menjaga data sebagai aset mereka. Melihat posisi azas manfaat dan transaksional atas membagi data. Padahal, sekali lagi, data dibeli dari uang negara.
Overlapping riset dan pembelian data juga sering terjadi. Kementrian A melakukan survey tentang sesuatu, kementrian B juga melakukan topik yang sama. Bukanya dengan berbagi data lebih baik?
Selain itu, bahkan, BPS menjual data mentah mereka bagi peneliti dan kementrian. Hitunganya per kb. Saya pernah melakukan riset dengan pembelian data lebih dari lima belas juta rupiah. Padahal, riset tersebut kami anggap penting untuk ilmu pengetahuan dan pembangunan. Bagi kami, yang memiliki anggaran dalam pembelian data tentunya tidak masalah, bagaimana bagi mereka yang tidak punya?
Kembali lagi ke kerangkeng data, bahaynya kerangkeng data juga berpotensi merugikan negara. Tiap instansi, beberapa kenalan yang memang mengoleksi data, bahkan menyimpan data tersebut di laptop mereka, yang berisiko akan hilang. Sampai saat itu tida ada peraturan praktis untuk dapat mengintegrasikan data dalam satu tempat.
Lihat saja, data.go.id seakan mati suri. Bertahun-tahun dikembangkan belum bisa dijadikan rujukan utama.
Apa yang perlu dilakukan
Sepertinya pemerintah perlu serius membahas ini. Menerapkan kebijakan yang pratis mengenai integrasi data. Kewajiban untuk menstore data dalam satu tempat (misal pusdatin) menjadi satu keharusan.
Selain itu, perlu adanya standar data dan metadata untuk dapat mengelompokan data dengan baik.
Paling penting, aksesbilitas data baik oleh publik dan perangkat pemerintah perlu diperbaiki. Toh, selama untuk pembangunan dan tidak melanggar urusan pribadi (UU PDP) mestinya data bisa diakses dan dimanfaatkan sebaik-baiknya.
Leave a Reply