Anggota Parlemen Amerika Serikat Melancong ke Indonesia untuk Mengunjungi Calon Presiden

Apabila tahun lalu ketika pemilu di Indonesia bergema, ada berita di surat kabar kita yang begini isinya : “Ketua parlemen Amerika Serikat  beserta rombongan datang ke Indonesia untuk menghadiri kampanye Prabowo beserta simpatisan Partai Gerindra.”  Bisa jadi ada berapa opini yang berkembang di masyarakat. Pertama opini mengarah pada kedekatan Prabowo pada Amerika Serikat serta rencana-rencana konspiratif yang liar dan cenderung nyeleneh. Esoknya akan ada berita di surat kabar : “Disinyalir. Kemesraan ini akan berlanjut apabila Prabowo memimpin Indonesia, berpotensi merugikan Indonesia,” dan “Indonesia siap-siap dijual apabila Amerika Serikat terlalu dekat.”  Bisa jadi pula, yang kedua, banyak yang mengolok-ngolok toh siapa itu mereka (Parlemen Amerika), karena kita butuh kampanye yang menghibur, seperti artis dangdut pantura lebih bisa menarik perhatian. Kurang lebih begini beritanya : “Artis dangdut tersaingi dengan rombongan Parlemen Amerika, ada apa sebenarnya?.”

Apapun yang mereka lakukan – memboikot, berkomentar, atau jungkir balik di tugu Monas – akan selalu menjadi berita panas, karena jelas Amerika Serikat adalah negara adidaya – yang pengaruhnya begitu besar bagi negara-negara kecil dan berkembang, salah satunya Indonesia.  Bagi semut, gerakan sekecilpun sangatlah berpengaruh. Dan bagi gajah, sebesar apapun upaya semut, paling-paling hanya menarik perhatian saja.

Kasusnya apabila dibalik, parlemen Indonesia yang tiba-tiba mengunjungi Amerika Serikat dan turut serta dalam kampanye calon presiden? Ah sudahlah, itu bukanlah berita baik, pendapatnya pasti sama : konyol.

Tidak ada berita besar yang muncul di media Amerika Serikat juga isu-isu yang mengalir. Dari dalam negeri, seperti semua orang kali ini bersatu menyerukan – lebih tepatnya mungkin terlalu kecewa atau, bahkan, cenderung mengolok – perlawanan terhadap hal-hal ‘percuma’ yang mereka lakukan. Alasannya cukup jelas, pertama melancong ke luar negeri semakin menyakiti perasaan rakyat Indonesia yang sedang kesulitan. Sudah sering isu-isu ini masuk ke permukaan, karena biaya perorangan yang ‘melancong’ menelan jumlah yang tidak sedikit.  Kedua adalah masalah keterkaitan, karena tidak ada hubungannya antara anggota DPR dan calon presiden, pastinya bukan urusan bilateral, ekonomi, atau budaya. Hal yang paling memungkinkan adalah hubungan bisnis. Ketiga adalah ketidakkonsistennan anggota parlemen untuk mewakili suara rakyat Indonesia. Satu ini biar anda saja berpendapat, karena anda yang telah terwakilkan oleh mereka. Siapa tahu saya salah karena Anda benar-benar kepengen dan setuju dengan perlakuan mereka.

Tapi pada akhirnya, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Kita adalah manusia yang begitu. Manusia kita dulunya pelaut, ya suka melancong. Apalagi kalau dibiayai oleh negara. Sudah gratis, dapat uang saku, ketemu calon presiden negara super-besar Amerika serikat, dan siapa tahu dapat proyek besar jua. O, enaknya..

______________________________________________________________

artikel ini tersedia juga di : Kompasiana

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *