Menemani Mama untuk melihat tanah leluhur di Naku, Ambon. Menelisik asal-usul darahnya, yaitu fam Gaspersz yang konon berasal dari sana. Bukanlah hal yang mudah karena hanya bermodalkan foto hitam putih opa yang mungkin dicetak tahun 40an.
Terlalu muluk untuk menemukan saudara disana, karena Opa mungkin telah meninggalkan Naku sejak puluhan tahun lalu. Dan mungkin orang yang kenal dengannya sudah lama mangkat. Sehingga realistisnya kami ke sana hanya untuk menengok tanah leluhur. Itu saja.
Bertanya warga ke sana-sini akhirnya kami disarankan bertemu dengan Mathius (semoga tidak salah menulis), seorang sesepuh yang mungkin bisa tahu seluk-beluk Opa. Rumahnya begitu cantik dan sederhana. Ketika kami datang, ia sedang mengurusi ayamnya yang lusinan itu. Kami dipersilakan masuk.
Opa Mathius berbicara banyak sekali. Sebagai salah satu sesepuh Gaspersz ia menjelaskan banyak hal tentang struktur, kerajaan, dan orang-orang penting dalam fam Gaspersz. Sayangnya, ia yang berumur 70tahunan ini lahir di tahun 40an. Ia tidak mengingat Opa yang mungkin sudah menjadi tentara dan meninggalkan Naku.
Tidak ada yang tidak sia-sia. Kami sangat beruntung berada di Naku yang tinggi ini. Berada di ujung selatan Kota Ambon. Sekitar satu jam naik terus ke perbukitan Kota Ambon. Kami melihat kepuasan visual. Pemandangan indah seperti negeri di atas awan. Jalan setapak bersih dan gereja tua yang berdiri kokoh. Bersih tanpa sampah. Lebih indah dengan bebungaan disamping kiri-kanan.
Keindahan alam makin lengkap dengan keindahan orang-orang didalamnya. Masyarakat Ambon yang ramah dan murah senyum selalu menyapa kami disana. Orang-orang yang berada di-“dalam” tapi tidak “udik”. Mereka ramah dan necis. Seperti orang kota yang memiliki selera tinggi dan memang menginginkan tinggal di dataran tinggi Naku. Dengan mengangkat kepala saya bangga, walaupun hanya kebagian tidak sampai separuh darah : di sinilah ada salah satu nenek moyangku lahir.
Leave a Reply