Eksklusi. [on going]

UPDATE TIAP HARI JUMAT

Eksklusi

Di sebuah parkiran mall terdapat sebuah mobil tanpa tuan. Tidak pernah diambil pemiliknya. Awalnya mobil itu diabaikan, namun menjadi sebuah pertanyaan. Seorang pegawai diminta untuk mencari tahu siapa pemiliknya. Namun berakhir pada sesuatu yang tidak terduga.

 

I. Prolog

Sekitar dua lantai dibawah tanah,  diterangi satu buah lampu yang agak-agaknya buang waktu untuk menerangi ruangan yang terlalu gelap itu, terdapat sebuah mobil Chevrolet biru diselimuti debu. Setidaknya, sejak lebih dari 700 hari besi tua tersebut tidak bergeser satu centi pun.

Mobil tersebut sudah tidak karuan. Keempat ban tidak berangin. Warna birunya, sudah mulai ke-abu-an. Sekitar dua mili debu menutup seluruh bagian dari mobil ini. Hanya dari beberapa sisi, orang iseng menggoreskan tulisan dengan jarinya di kaca samping sebelah kiri: “Munadi love Ratna”.

Selama hari-hari yang sudah dilewati,  mobil tersebut berguna bagi para sopir, pegawai, dan orang yang lalu lalang sebagai papan curhat. Selain itu, banyak juga yang melihat mobil tersebut sebagai penanda, kalau-kalau ada yang bertanya arah ruang tunggu sopir dari pintu lift: “Bapak maju terus ke kiri pintu, sampai terlihat mobil biru, sekitar sepuluh meter ada lorong di sebelah kanan. Di situ ruang tunggu sopir berada”

Saking lamanya mobil tersebut disini, ia dikenal dengan nama ‘Bule’. Karena ini mobil buatan Amerika dan berwarna biru. ‘Bule’ yang merujuk orang asing, mirip juga dengan arti ‘blue’ yang berarti biru.

Selebihnya. Waktu berjalan. Kiri-kanan mobil berganti. Pegawai parkir, keamanan, silih beraganti. ‘Bule’ itu tetap ada. 

Kita semua tahu, pasti ada saat ketika jengah. Ada saatnya, orang-orang ingin jawaban atas hal yang dihiraukan. Sebodoh apa orang meninggalkan mobil di parkiran? Apabila tidak diinginkan, kan masih bisa dijual? Atau, apabila cukup dermawan, bisa pula diberikan cuma-cuma? Sebodoh apa, sampai lupa dan bertahun-tahun dimana memarkirkan mobil? Atau, sepikun apa, seseorang pernah lupa punya mobil Chevrolet itu?

Bisa jadi jawaban itu berasal dari pertanyaan yang tiada hadir di kepala siapapun.


I. Akhir mula

Pria separuh baya dengan tiga perempat rambutnya berwarna putih menutup pintu dengan kencang. Empat pasang bola mata tertarik untuk melihat ke arahnya. Juga bertanya-tanya ada apa gerangan pria itu sejam lebih berada di ruangan kepala operasional.

Pria tua itu duduk diantara empat orang yang menunggu kata pertamanya.

“Saya dipecat”

Biasanya pria tua itu akan memakan waktu lama apabila ngalor ngidul dengan kepala operasional, dan keluar dengan gosip-gosip terkini tentang perusahaan dan isinya. Pastinya kata pertama tadi bukan hal yang diharapkan oleh seisi ruang itu. 

“Dua puluh empat tahun. Saya disini. Dipecat karena alasan tidak rasional”

Pria tua itu adalah Mahandri. Staf paling senior di perusahaan itu. 

Ruangan itu menjadi biru dan murung. Tidak ada suka cita. Biasanya ruangan itu tidak hanya sebagai ruang loker pegawai untuk berganti pakaian, tetapi ruang makan, ruang diskusi, konseling, dan kini sebagai ruang perpisahan.

Mahandri tidak hanya orang paling senior disini, tetapi seseorang yang memberikan semangat dan semangat positif bagi semua orang disini. Banyak orang-orang yang tidak jadi resign karena petuah semangat dari Mahandri. 

“Apa yang membuat si Rizaldi seberani itu?”

Satu orang berani bertanya. Lebih tepatnya mematik amarah. Orang itu adalah Nandar. Sekitar setahun lalu, Nandar akan resign. Satu-satunya yang membuat ia bertahan adalah Mahandri. Hal ini karena Mahandri meminta Nandar untuk fikir ulang, “walau gaji kecil, tempat kerja mana yang punya persaudaraan yang kuat seperti ini.” 

“Rizaldi itu hanya baru pindah dua bulan, sudah berani mengobrak-abrik tempat ini,” belum juga Mahandri menjawab pertanyaan Nandar sebelumnya.

“Satu hal yang pasti, kita tahu mall ini sepi dalam beberapa tahun terakhir. Setelah di beli oleh pengembang baru, semua regenerisasi. Developer meminta kita untuk melakukan perbaikan. banyak perbaikan.” 

Umur tidak berbohong. Mahandri mencoba menenangkan suasana.

“Mungkin. Mungkin saja. Saya, yang sudah terlalu senior, tidak mampu dalam pembaruan ini. Mungkin. Mungkin saya tidak bisa menerima alasan itu.”

“Lagian,” hal yang menggambarkan suasana kali ini semakin sendu. Diantara empat pria dewasa yang mengelilingi Mahandri ingin sekali memeluknya. Tapi tentunya tidak ingin terjadi. Mahandri tidak ingin dipeluk oleh banyak orang. Mereka tahu itu.

“Aku ingin pulang kampung. Berkebun. Seperti ayah-kakek ku.”

Tanpa diiringi oleh teman-temanya. Mahandri berkemas dan pulang. 

Dalam derit langkah-langkah akhir Mahandri, ia menyapa sebanyak-banyaknya orang yang ia kenal. 

Ia akhir langkahnya di depan Bule. “Terima kasih sudah menemani ceritaku selama ini. 

Mahandri pun pergi, semakin menghilang dari gedung itu.


Di tahun 1994, sebuah surat kabar mewartakan: Jakarta Plaza, Sebuah mall selesai dibangun di pusat kota, akan menjadi pusat perbelanjaan modern terlengkap.

Warta tersebut meramal dengan benar. Dalam kurun waktu 1994-1998 mall tersebut menjadi pusat perbelanjaan populer bagi warga Ibu Kota. Gerai-gerai mewah luar negeri pasti akan buka di Jakarta Plaza. Konon, bagi banyak orang, Jakarta Plaza merupakan tempat nongkrong orang-orang mentereng di Ibu Kota.

Roda tidak selalu diatas. Nasibnya meredup ketika krisis ekonomi dan politik melanda negeri. Mall ini yang dilambangkan sebagai pusat burjois dijarah dan dibakar. Menyisakan masalah-masalah, sehingga perlu waktu banyak untuk bisa bangkit.

Masa-masa terang di awal tahun 2000an, walaupun ekonomi negeri membaik, tidak membuat Plaza Jakarta bangkit. Bagi mereka yang datang, kedatangan mereka sebaga bentuk nostalgia, atau pembalasan bagi sebagian orang yang terlalu melarat datang ke tempat ini di masa lampau, tapi sekarang sangat mampu untuk datang di tempat yang kini menjadi sayu.

Mahandri muda merupakan pegawai gelombang pertama di tahun 1994. Dia memulai karir sebagai cleaning service. Ketekunan yang ia lakukan perlahan membuat dia naik pangkat, menjadi supervisor kebersihan, dan terakhir menjadi staf senior general affairs.Tugasnya mengelola barang-barang perusahaan, serta melakukan pembelian.

Sejak sepuluh tahun belakang, Mahandri lebih banyak bertugas di area parkir. Olah karenanya, ia akan punya banyak waktu di ruang loker bagi petugas pelaksana di area tersebut. 

Ruang loker, lebih banyak sebagai titik berkumpul seluruh pegawai di wilayah basement. Karena salah satu peraturan adalah mereka hatus menyerahkan telepon genggam selama bekerja, sehingga membuat mereka sering kali bertemu di pagi hari atau pergantian waktu shift

Ruang tersebut berisi tiga buah ruangan. Pertama adalah, ruangan Rizaldi, manajer di sini. Satu ruang loker. Saturuangan lagi adalah ruangan back office dan meja pantry. Ruang loker berada di tengah-tengah diapit dua ruangan tersebut. 

Back office hanya terdiri dari empat buah komputer. yang mendhadap ppintu menuju luang loker. Dibalik meja-meja tersebut, terdapat meja panjang yang sering digunakan makan siang oleh para pegawai.

II. Mula-mula

Mula-mula Mahandri. Lalu satu per satu pegawai dirumahkan. Hanya sebagian pegawai yang di anggap memiliki performa tinggi dipertahankan.

Sebaliknya, perusahaan melakukan rekrutmen dengan jumlah besar. Tentunya kualifikasi lebih tinggi. Dulu, lulusan SMP saja bisa diterima di perusahaan ini. Namun sekarang, sebagian besar lulusan perguruan tinggi. 

Benar kata Mahandri, siapa yang tidak bisa bertahan perlu menepi. Terganti oleh orang-orang yang lebih kompeten dan akan masuk barisan untuk melakukan perubahan.

Nandar, salah satu yang dipertahankan. Ia pun kebingungan kenapa bisa terpilih diantara teman-temanya. Ia tempramen. Sering dapat masalah. Hal yang mungkin ia duga hal yang mempertimbangkan dia adalah ia mudah belajar. Akan tetapi yang mungkin lebih tepat, lulusan sarjana yang mau dibayar UMR.

Satu hari, ia diminta untuk mempersiapkan diri untuk meyambut selusin pegawai baru. Sebagai pegawai paling senior, walau bekerja di perusahaan ini hanya empat tahun, ia dianggap layak untuk dapat berkeliling memperkenalkan lingkungan parkir di wilayah Jakarta Plaza. 

Terdapat delapan laki-laki dan empat perempuan. Mereka semua menggunakan kemeja putih dan bawahan hitam. Nardi paham, hari pertama selalu menjadi hari menarik. Terkadang penentu. Sehingga, ia ingin sebisa mungkin memberikan kesan baik untuk mereka. 

“Kita memiliki empat basement. Namun basement empat setahu saya sejak krismon belum pernah dibuka. Maklum, mall ini tidak pernah penuh. Hm.. kita ada ruang tunggu sopir dan toilet di tiap lantainya. Ada mushola di basement satu. Luang loker dan kantor kita ada di lantai yang sama.”

Nandar mengingat-ngingat apa lagi yang perlu ia jelaskan. Dunia dia hanya empat lantai basement itu. Tidak mungkin ia lupa.

“Oh iya. di ujung sana ada tangga darurat.” Ternyata ia lupa.

“Ada pertanyaan?”

Selusin pegawai baru tersenyum. Mereka mungkin tahu informasi tersebut tidak penting-penting amat, atau tidak perlu dipertanyakan, atu diperdebatkan. Semua setuju.

“Mari kita menuju basement 4, lantai paling dalam. kita pakai tangga darurat saja”

Nandar membuka pintu darurat, dua pria pertama masuk. Nandar melirik tag nama yang ditempel di kemeja sebalah kanan. Pria pertama bernama Rio, dan kedua Trian. Disusul satu perempuan berpostur kecil, namun elok, bernama Rian. Belum orang keempat Nandar lihat, Rian berbisik.

“Kak Nandar. Kak!”

Rian berbisik tapi tetap saja turun tangga. Seakan menyuruh Nandar untuk mengikuti di sampingnya. Nandar tentunya mengikuti Rian, kepalanya menoleh seakan menunggu suara dari Rian.

“Kak Nandar, tolong, rasanya saya dikuntit”

Mata Nandar membesar, ia memerah seketika. Nandar yang tempramen mulai bertaring, “Hah !? Siapa yang .. !”

Seketika berhenti. Gestur Rian yang mengerutkan dahi sambil sekan mengeluarkan suara ssttt tanpa ada suara. Nandar tahu, ia tak ingin bicarakan sekarang. Nandar mengangguk. “Nanti setelah ini kita bicara.”

Akhirnya mereka tiba, di basement 4. Hanya tiga empat lampu yang menyala.

“Kita disini sebentar saja. Basement 4 sudah lama tidak terisi. Lebih tepatnya, mobil yang datang tidak sebanyak itu. Paling banyak dua basement. Akan tetapi, manajemen baru, kalau berhasil mengangkat mall ini, akan membuka kembali basement ini. Semoga saja.”

“Ada pertanyaan?”

Nandar tahu, tidak mungkin ada yang bertanya mengenai ruangan hampa tersebut.

“Kak ! Itu. Sebalah sana adalah toilet ka?”

Ternyata Trian yang bertanya. Pria barisan pertama yang sempat Nandar amati. “Iya. Itu toilet.” 

Pertanyaan macam apa itu. Memang di basement ini parkitan ini ada 4 toilet. Toilet yang pasti adalah di lantai 2. Sudah pasti watu lagi akan ada di lantai 4.

“Kamu mau ke toilet? sudah lama sekali toilet itu tidak terisi. Di lantai 2 saja”

“Tidak apa-apa kak, saya kebelet. Kaka duluan saja.” Sedikit berlari, Trian melangkah kecil-kecil menuju toilet, 

“Tidak ada lampu, mungkin air pun tak ada!.” Nandar menaikan suara. Seakan tidak mendengar suaranya, Trian sudah mulai hilang dikegelapan.

“Saya ada senter kak, duluan saja, sungguh.”

Nandar berbalik badan, menarik nafas sambil matanya meninjau 11 pegawai baru yang tersis. Rian, masih pucat. Nandar ingat harus segera berbicara denganya

“Ya sudah, mari kita menyapa teman-teman kita.”

Mereka berjalan mengular ke lantai basement satu. Menuju luang loker. 

“Kamu masuk saja, silakan berkeliling menuju back office, lalu kembali ke ruangan Pak Rizaldi. Setelah itu semua nanti kita bicara.” Nandar berbisik pada Rian. “Saya hingga shift berakhir akan berada di lantai dua”

Rian mengangguk.

“Kamu tak apa-apa? apa perlu kita bicara sekarang?”

Tak apa, Kak, saya sedikit shock saja. Nanti saja setelah ini saya bicara.”

Rian sedikit mebaik. Sudah tidak pucat. 


Waktu berlalu hingga shift berakhir. Ia mencari Rian, sudah tidak ada di lantai Basement 1. Rianti, orang back office bicara anak baru sudah pulang sejak tadi. Hanya beberapa berada di lantai mall. Tapi Rianti, yang pasti sudah pulang.

Nandar merasa lega. Mungkin saja, Rian sudah membaik. Tapi ia berencana untuk bertemu denganya besok hari.


III. Awal Mula

Akan dirilis pada tanggal 5 September 2024.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *