Seperti Siti yang seorang Insinyur bangunan itu, yang menjadi pelatih balet di kelas tari kanak-kanak.
Meninggalkan gelar dan tumpukan buku sains demi getaran hati dengungan passion.
Aku tidak mengenalnya, tapi merasakan risau orang tuanya. Mereka keheranan, mungkin.
“Sekolah setinggi-tingginya lalu banting setir setelahnya.” Suaranya.
Suaranya seperti satu muara. Tidaklah benar Situ biangnya. Ia benar, menurutku.
Tapi siapa yang mampu mendobrak isi hati Siti?
Lalu terkagum-kagum dengan idealisme yang merontokkan segalanya.
Dikagumi tidak dapat memanen uang, benar ?
Tapi kebahagiaan yang tinggi semampai tidak bisa dibayar dengan apa pun.
Kalian tidak perlu berawai pada siti, tapi bangga karenanya.
Karena, Siti berani seperti seorang prajurit : meninggalkan kebahagiaan demi suara hatinya.
Jakarta, 06 April 2015.
Leave a Reply