Membangunkan TVRI yang Tidur

Dulu Bung Karno yang ambisius menyuarakan kejayaan nusantara dengan proyek-proyek yang megah. Asian Games IV yang rencananya akan dilaksanakan di Jakarta pada tahun 1962 menjadi pertaruhan bagi Bung Karno untuk membuktikan pada dunia bahwa negeri yang masih bau pesing ini mampu dan kuat. Namun, apabila berhasil,  siapa yang akan menyaksikan Kesuksesan Indonesia? Kurang rasanya momen itu tidak disaksikan pada khalayak banyak. Karenanya, diputuskanlah pembangunan  stasiun televisi nasional menjadi proyek penunjang yang diprioritaskan.

Setelah mengudara dengan menyiarkan Asian Games secara langsung, berbondong-bondong lah juragan-juragan dan priayi-priayi membeli pesawat televisi hitam-putih di perkotaan atau pecinan. Sisanya, masyarakat yang entah tidak punya uang untuk membeli atau tidak mengerti untuk apa benda itu sebenarnya, hanya geleng-geleng kepala melihat sebuah kotak mengeluarkan gambar dan suara. Tahun-tahun setelahnya televisi menjadi primadona yang menggambarkan tingkat ekonomi seseorang.

Stasiun televisi itu bernama TVRI, absolut menjadi teman hidup bagi generasi yang kini sudah renta. TVRI menyiarkan siaran yang informatif, sarat akan nilai budaya, menghibur namun mendidik. Pada era orde baru keseimbangan informasi sedikit ternodai, namun masih selalu menyinari ruang keluarga masyarakat Indonesia. Setidaknya sampai pada tahun 1989, ketika stasiun televisi swasta pertama di Indonesia mengudara, yaitu RCTI.

Setelah RCTI mengudara, lalu disusul oleh SCTV, lambat laun penggemar TVRI semakin berkurang. Sepanjang tahun 90an, TVRI harus menerima kenyataan pahit bahwa takhta kejayaan selama tiga puluh tahun harus terhempas begitu saja. Pada saat itu pula, para penonton TVRI sudah biasa dicap sebagai kaum yang kolot dan udik.  Hingga kini, TVRI seperti mati suri : ditonton apabila stasiun televisi lain kebakaran dan tidak bisa menyiarkan program.

logo-tvri
Gambar 1. Rebranding Logo TVRI | Sayangnya tidak diikuti oleh peningkatan kualitas program-programnya

Setiap orang pasti merindukan TVRI dan menyayangkan apabila stasiun televisi tertua di Indonesia ini berhenti bersiar. Tapi apakah ada orang yang menonton stasiun TV karena kasihan dan melewatkan acara menarik di stasiun TV lain ? Saya secara pribadi, menginginkan adanya perubahan secara signifikan bagi TVRI untuk mengejar ketertinggalannya.

Belajar Bertransformasi seperti Net.

Televisi Anak Indonesia adalah stasiun televisi dengan brand Space Toon. Dilihat dari segmentasi pasar mereka, channel mereka serupa dengan stasiun televisi anak yang sudah populer sebelumnya : Cartoon Network dan Nickelodeon. Namun karena lebih sering menayangkan kartun lama dan tidak populer, mereka tidak mampu untuk menarik perhatian anak Indonesia. Hingga saham dari mereka dilepas pada Indika Group dan ditransformasi habis-habisan. Alhasil Space toon berubah menjadi .NET TV.

Hal yang menarik, selain segmentasi yang bergeser dari anak-anak menjadi pemirsa muda, adalah masuknya orang-orang kreatif yang ‘dibajak’ dari Trans TV, stasiun televisi yang sebelumnya dikenal paling inovatif. Sehingga tidak salah apabila stasiun televisi ini dipanggil Trans TV plus.

Berkaca pada hal itu, tidak harus semestinya TVRI dijual dan berubah habis-habisan, tetapi bertransformasi dengan memasukkan orang-orang kreatif yang telah diuji kemampuannya di kancah pertelevisian nusantara. Toh bukanya dengan notabenenya sebagai BUMN, TVRI punya daya tarik tersendiri dibandingkan dengan stasiun televisi lain. Terlebih-lebih ada sokongan dari pemerintah.

Fokus seperti Aljazeera.

Tidak berkaca pada TVOne dan Metro TV, mestinya TVRI bisa lebih berkelas dibandingkan mereka, seperti Al-Jazeera. Apabila acara hiburan akan selalu kalah dari televisi lain, bukankah lebih baik menyajikan berita secara penuh? Terlebih-lebih jaringan TVRI yang berada di seluruh wilayah nusantara bisa dijadikan kantor berita yang aktual dan terpercaya.

Kesempatan ini bisa menjadi kesempatan emas karena dua stasiun televisi berita terbesar di Tanah Air sudah tercemar oleh kepentingan politik. Dengan catatan, TVRI harus menghapus pandangan buruk masa orde baru yang menyajikan berita yang tidak seimbang.

Atau Obati Dahaga seperti MNC Group

Ikuti pasar dan bertarung di wilayah yang ramai. Hapus dahaga masyarakat Indonesia akan hiburan masyarakat Indonesia dengan program-program yang ringan. Namun dalam hal ini, berkenaan dengan kualitas tayangan, terutama dalam hal pendidikan dan nilai budaya bangsa akan sedikit meluntur.

Adapun kelebihan dan kekurangan TVRI saat ini, rasanya harus tetap diapresiasi. Terutama akan konsistensi dalam menyajikan acara yang sarat akan nilai-nilai lokal. Tapi pula alangkah lebih baiknya apabila TVRI bisa bersaing secara ketat di dunia pertelevisian nusantara. Tulisan ini hanya untuk menyampaikan keprihatinan saya akan kondisi satu satunya stasiun televisi pemerintah yang kita cintai.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *